Sabtu, 20 April 2013

makalah tasaawuf, pengeruh budaya persia dan arab dalam perkembangan tasawuf


MAKALAH TASAWUF

PENGARUH BUDAYA PERSIA DAN ARAB DALAM
PERKEMBANGAN TASAWUF









DISUSUN OLEH:
1.     R. AHMAD NOVIARDI
2.     CUT ELITA SARI
3.     SITI HAWA

DOSEN PEMBIMBING: KUSAIRI, M.Pd.I


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
 MA’ARIF SAROLANGUN
TAHUN AKADEMIK 2012/2013

BAB I
PENDAHULUAN

            Berbicara tentang tasawuf tentunya kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan tasawuf itu sendiri. Karena ibarat memakan buah durian, kita harus bergumul dulu dengan kulitnya baru mendapatkan isinya. Sama juga dengan tasawuf, kita harus tahu kulit tasawuf itu apa, selanjutnya baru kita mengatahui tasawuf lebih dalam lagi.
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang di hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf.  Misalnya menyebutkan lima istilah yang berhubungan dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah), (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah), saf (baris), sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: hikmat), dan suf (kain wol). Keseluruhan kata ini bisa-bisa saja dihubungkan dengan tasawuf.
Dari segi Linguistik (kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut pandang yang digunakannya masing-masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.[1]


BAB II
PEMBAHASAN

PENGARUH BUDAYA PERSIA DAN ARAB DALAM
PERKEMBANGAN TASAWUF

A.    Pengaruh Budaya Persia
Menurut orientalis Belanda Dozy, mengklaim bahwa tasawuf Islam berasal dari Persi kuno jauh sebelum diutusnya Nabi Muhammad. Pada saat itu di Persi berkembang pemikiran adanya segala sesuatu yang bertolak dari Tuhan dan semuanya juga akan kembali kepada Tuhan dan juga sebenarnya dunia ini tidak ada secara dzatiyah, yang ada hanyalah Tuhan. Pemikiran-pemikiran inilah yang menurut Dozy telah diadopsi oleh tasawuf Islam.
Statemen Dozy telah dibuktikan oleh Nicholson dengan hasil kajiannya tentang syakhsiyyah Abu Yazid Al-Busthamy. Abu Yazid adalah seorang tokoh besar dalam dunia tasawuf Islam, dan ternyata beliau adalah termasuk orang Persi kuno. Satu sampel adalah istilah wihdat al-wujud yang sudah populer di kalangan Persi kuno, telah dimasukkan oleh Abu Yazid sebagai istilah baku dalam tasawuf Islam.
Tetapi lucunya Nicholson sendiri meragukan kesimpulan tersebut. Terbukti dalam kajian yang sama ia mengatakan bahwa pada dasarnya konsep tasawuf Islam adalah berpijak dari pemikiran Persi atau paling tidak lahir di daratan Persi. Dari situ kita berhak mengatakan bahwa tasawuf Islam berasal dari ajaran Persi. Tetapi kesimpulan tersebut tidak mutlak benar. Buktinya, memang Ma'ruf Al-Karkhy adalah asli Persi, tetapi konsep al-ahwal wa al-maqamaat dan serentetan konsep tasawuf lainya adalah muncul dari tokoh-tokoh sesudahnya.
Menurut Dr. Abdullah Al-Syarqawy, ada enam faktor yang melatarbelakangi klaim para orientalis dalam dimensi ajaran Persi. Pertama, pengetahuan mereka tentang tasawuf Islam didasari oleh warna Persi kuno. Kedua, banyak para tokoh sufi berasal dari Persi. Ketiga, adanya bayak kesamaan antara tasawuf Islam dengan ajaran Zoroaster. Keempat, adanya hubungan dan interaksi sosial, budaya, dan peradaban antara masyarakat Persi dan Arab. Kelima, para orientalis dalam kajiannya terlalu apologis ter-hadap ajaran Persi. Keenam, mereka hanya mengkaji secara ilmiah dengan sandaran rasio saja.[2]
Sebenarnya Arab dan Persia memiliki hubungan sejak lama, yaitu pada bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Namun, belum ditemukan argumentasi kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk ke tanah Arab.
Sejak zaman klasik, bahkan hingga saat ini, terkenal sebagai wilayah yang melahirkan sufi-sufi ternama. Dalam konsep ke-fana-an diri dalam universalitas, misalnya, salah seorang penganjurnyaadalah seorang ahli mistik dari Persia, yakni Bayazid dari Bistam, yang telah menerima dari gurunya, Abu Ali (dari Sind).
Kebanyakan ahli tasawuf muslim yang berpikiran moderat mengatakan bahwa factor pertama timbulnya tasawuf hanyalah Al-Quran dan As-Sunnah, bukan dari luar Islam.[3]

B.     PENGARUH BUDAYA ARAB
Negeri Arab sebagai titik awal munculnya tasawuf turut menyumbang nilai-nilai penting dalam tumbuhnya tasawuf. Kali ini kami mencoba untuk memaparkan pengaruh Arab dalam perkembangan tasawuf dari sudut pandang non-muslim yaitu kaum Nasrani yang ada di Arab.
Orang Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan jiwa dan ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Von Kromyer berpendapat bahwa tasawuf adalah buah dari unsur agama Nasrani yang terdapat pada zaman Jahiliyah. Hal ini diperkuat pula oleh Gold Ziher yang mengatakan bahwa sikap fakir dalam Islam adalah merupakan cabang dari agama Nasrani. Selanjutnya Noldicker mengatakan bahwa pakaian wol kasar yang kelak digunakan para sufi sebagai lambang kesederhanaan hidup adalah merupakan pakaian yang biasa dipakai oleh para pendeta. Sedangkan Nicholson mengatakan bahwa istilah-istilah tasawuf itu berasal dari agama Nasrani, dan bahkan ada yang berpendapat bahwa aliran tasawuf berasal dari agama Nasrani.[4]
Pertama, adanya interaksi antara orang Arab dan kaum Nasrani pada masa Jahiliah maupun zaman Islam. Kedua, adanya segi-segi kesamaan antara kehidupan para asketis atau sufi dalam hal ajaran cara mereka melatih jiwa (riyadhah) dan mengasingkan diri (khalwat) dengan kehidupan Al-Masih dan ajaran-ajarannya, serta dengan para rahib ketika sembahyang dan berpakaian.
Von Kromyer berpendapat bahwa tasawuf merupakan buah kenasranian pada zaman jahiliah. Sementara itu, Goldziher berpendapat bahwa sikap fakir dalam Islam merupakan pengaruh dari agama Nasrani. Goldziher membagi tasawuf menjadi dua: Pertama, asketisme. Menurutnya, sekalipun telah terpengaruh oleh kependetaan Kristen, aliran ini, lebih mengakar pada semangat Islam dan para Ahli Sunnah. Kedua, tasawuf dalam arti lebih jauh lagi, seperti pengenalan kepada Tuhan (Ma’rifat), pendakian batin (hal), intuisi (wijdah), dan rasa (dzauq), yang terpengaruh oleh agama Hindu disamping Neo-Platonisme.
Abu Bakar Aceh, sebagaimana dikutip Abdul Qadir Zaelani, pernah menulis bahwa agama Yahudi dan agama Kristen mempengaruhi pula cara berfikir dalam Islam.
Pokok-pokok ajaran tasawuf yang diklaim berasal dari agama Nasrani antara lain adalah:
  1. Sikap fakir. Al-Masih adalah fakir. Injil disampaikan kepada orang fakir sebagaimana kata Isa dalam Injil Matius, “Beruntunglah kamu orang-orang miskin karena bagi kamulah kerajaan Allah… Beruntunglah kamu orang yang lapar karena kamu akan kenyang.”
  2. Tawakal kepada Allah dalam soal penghidupan. Para pendeta telah mengamalkan dalam sejarah hidupnya, sebagaimana dikatan dalam Injil, “Perhatikan burung-burung dilangit, dia tidak menanam, dia tidak mengetam dan tidak duka cita pada waktu susah. Bapak kamu dari langit memberi kekutan kepadanya. Bukankah kamu lebih mulia daripada burung?”
  3. Peranan Syeikh yang menyerupai pendeta. Perbedaanya pendeta dapat menghapuskan dosa.
  4. Selibasi, yaitu menahan diri tidak menikah karena menikah dianggap dapat mengalihkan diri dari Tuhan.
  5. Penyaksian, bahwa syufi menyaksikan hakikat Allah dan mengadakan hubungan dengan Allah. Injil pun telah menerangkan terjadinya hubungan langsung dengan Tuhan.[5]


BAB III
PENUTUP

Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan pada kesempatan kali ini kami berharap dengan adanya makalah ini dapat memberi setetes air di gersangnya gurun pasir. Artinya makalah ini setidaknya dapat memberi sedikit pengetahuan bagi yang belum mengetahui dan menjadi bahan dalam mempelajari kembali bagi yang mengerti dengan permasalahan yang diangkat.
Dilain sisi  kami juga mengharapkan tegur sapa serta saran yang bersifat konstruktif guna perbaikan makalah kami dimasa yang akn datang.
DAFTAR PUSTAKA






[1]http://www.ekomarwanto.com/2012/07/pengertian-akhlak-tasawuf.html diunduh pada: Kamis, 11 Oktober 2012 pukul 21.35 WIB
[2]http://pcinu-mesir.tripod.com/ilmiah/jurnal/isjurnal/nuansa/Jan96/7.html diunduh pada: Kamis, 11 Oktober 2012 pukul 21.39 WIB
[3]http://www.sarjanaku.com/2011/11/pengaruh-tradisi-budaya-terhadap.html diunduh pada: Kamis, 11 Oktober 2012 pukul 21.45 WIB
[4]http://www.ekomarwanto.com/2012/07/pengertian-akhlak-tasawuf.html diunduh pada: Kamis, 11 Oktober 2012 pukul 21.35 WIB
[5]http://www.sarjanaku.com/2011/11/pengaruh-tradisi-budaya-terhadap.html diunduh pada: Kamis, 11 Oktober 2012 pukul 21.45 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar