MAKALAH
TASAWUF
PENGARUH
BUDAYA PERSIA DAN ARAB DALAM
PERKEMBANGAN
TASAWUF
DISUSUN
OLEH:
1. R.
AHMAD NOVIARDI
2. CUT
ELITA SARI
3. SITI
HAWA
DOSEN
PEMBIMBING: KUSAIRI, M.Pd.I
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
MA’ARIF SAROLANGUN
TAHUN
AKADEMIK 2012/2013
BAB
I
PENDAHULUAN
Berbicara
tentang tasawuf tentunya kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan tasawuf
itu sendiri. Karena ibarat memakan buah durian, kita harus bergumul dulu dengan
kulitnya baru mendapatkan isinya. Sama juga dengan tasawuf, kita harus tahu
kulit tasawuf itu apa, selanjutnya baru kita mengatahui tasawuf lebih dalam
lagi.
Dari segi
bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang di hubungkan para ahli untuk
menjelaskan kata tasawuf. Misalnya
menyebutkan lima istilah yang berhubungan dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah), (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke
Madinah), saf (baris), sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: hikmat), dan suf (kain wol). Keseluruhan kata ini bisa-bisa saja dihubungkan
dengan tasawuf.
Dari segi
Linguistik (kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap
mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela
berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang
demikian pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.
Adapun
pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung
kepada sudut pandang yang digunakannya masing-masing. Selama ini ada tiga sudut
pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut
pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus
berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Jika dilihat dari sudut
pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan
sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia,
dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.[1]
BAB
II
PEMBAHASAN
PENGARUH
BUDAYA PERSIA DAN ARAB DALAM
PERKEMBANGAN
TASAWUF
A. Pengaruh
Budaya Persia
Menurut
orientalis Belanda Dozy, mengklaim bahwa tasawuf Islam berasal dari Persi kuno
jauh sebelum diutusnya Nabi Muhammad. Pada saat itu di Persi berkembang
pemikiran adanya segala sesuatu yang bertolak dari Tuhan dan semuanya juga akan
kembali kepada Tuhan dan juga sebenarnya dunia ini tidak ada secara dzatiyah,
yang ada hanyalah Tuhan. Pemikiran-pemikiran inilah yang menurut Dozy telah
diadopsi oleh tasawuf Islam.
Statemen
Dozy telah dibuktikan oleh Nicholson dengan hasil kajiannya tentang syakhsiyyah
Abu Yazid Al-Busthamy. Abu Yazid adalah seorang tokoh besar dalam dunia tasawuf
Islam, dan ternyata beliau adalah termasuk orang Persi kuno. Satu sampel adalah
istilah wihdat al-wujud yang sudah populer di kalangan Persi kuno, telah
dimasukkan oleh Abu Yazid sebagai istilah baku dalam tasawuf Islam.
Tetapi
lucunya Nicholson sendiri meragukan kesimpulan tersebut. Terbukti dalam kajian
yang sama ia mengatakan bahwa pada dasarnya konsep tasawuf Islam adalah
berpijak dari pemikiran Persi atau paling tidak lahir di daratan Persi. Dari
situ kita berhak mengatakan bahwa tasawuf Islam berasal dari ajaran Persi.
Tetapi kesimpulan tersebut tidak mutlak benar. Buktinya, memang Ma'ruf
Al-Karkhy adalah asli Persi, tetapi konsep al-ahwal wa al-maqamaat dan
serentetan konsep tasawuf lainya adalah muncul dari tokoh-tokoh sesudahnya.
Menurut
Dr. Abdullah Al-Syarqawy, ada enam faktor yang melatarbelakangi klaim para
orientalis dalam dimensi ajaran Persi. Pertama, pengetahuan mereka tentang
tasawuf Islam didasari oleh warna Persi kuno. Kedua, banyak para tokoh sufi
berasal dari Persi. Ketiga, adanya bayak kesamaan antara tasawuf Islam dengan
ajaran Zoroaster. Keempat, adanya hubungan dan interaksi sosial, budaya, dan
peradaban antara masyarakat Persi dan Arab. Kelima, para orientalis dalam kajiannya
terlalu apologis ter-hadap ajaran Persi. Keenam, mereka hanya mengkaji secara
ilmiah dengan sandaran rasio saja.[2]
Sebenarnya
Arab dan Persia memiliki hubungan sejak lama, yaitu pada bidang politik,
pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Namun, belum ditemukan argumentasi kuat
yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk ke tanah Arab.
Sejak
zaman klasik, bahkan hingga saat ini, terkenal sebagai wilayah yang melahirkan
sufi-sufi ternama. Dalam konsep ke-fana-an diri dalam universalitas, misalnya,
salah seorang penganjurnyaadalah seorang ahli mistik dari Persia, yakni Bayazid
dari Bistam, yang telah menerima dari gurunya, Abu Ali (dari Sind).
Kebanyakan
ahli tasawuf muslim yang berpikiran moderat mengatakan bahwa factor pertama
timbulnya tasawuf hanyalah Al-Quran dan As-Sunnah, bukan dari luar Islam.[3]
B.
PENGARUH BUDAYA ARAB
Negeri
Arab sebagai titik awal munculnya tasawuf turut menyumbang nilai-nilai penting
dalam tumbuhnya tasawuf. Kali ini kami mencoba untuk memaparkan pengaruh Arab
dalam perkembangan tasawuf dari sudut pandang non-muslim yaitu kaum Nasrani
yang ada di Arab.
Orang
Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan jiwa dan
ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Von Kromyer berpendapat bahwa
tasawuf adalah buah dari unsur agama Nasrani yang terdapat pada zaman
Jahiliyah. Hal ini diperkuat pula oleh Gold Ziher yang mengatakan bahwa sikap
fakir dalam Islam adalah merupakan cabang dari agama Nasrani. Selanjutnya
Noldicker mengatakan bahwa pakaian wol kasar yang kelak digunakan para sufi
sebagai lambang kesederhanaan hidup adalah merupakan pakaian yang biasa dipakai
oleh para pendeta. Sedangkan Nicholson mengatakan bahwa istilah-istilah tasawuf
itu berasal dari agama Nasrani, dan bahkan ada yang berpendapat bahwa aliran
tasawuf berasal dari agama Nasrani.[4]
Pertama,
adanya interaksi antara orang Arab dan kaum Nasrani pada masa Jahiliah maupun
zaman Islam. Kedua, adanya segi-segi kesamaan antara kehidupan para asketis
atau sufi dalam hal ajaran cara mereka melatih jiwa (riyadhah) dan mengasingkan diri (khalwat) dengan kehidupan Al-Masih dan ajaran-ajarannya, serta
dengan para rahib ketika sembahyang dan berpakaian.
Von
Kromyer berpendapat bahwa tasawuf merupakan buah kenasranian pada zaman
jahiliah. Sementara itu, Goldziher berpendapat bahwa sikap fakir dalam Islam
merupakan pengaruh dari agama Nasrani. Goldziher membagi tasawuf menjadi dua:
Pertama, asketisme. Menurutnya, sekalipun telah terpengaruh oleh kependetaan
Kristen, aliran ini, lebih mengakar pada semangat Islam dan para Ahli Sunnah.
Kedua, tasawuf dalam arti lebih jauh lagi, seperti pengenalan kepada Tuhan (Ma’rifat), pendakian batin (hal), intuisi (wijdah), dan rasa (dzauq),
yang terpengaruh oleh agama Hindu disamping Neo-Platonisme.
Abu
Bakar Aceh, sebagaimana dikutip Abdul Qadir Zaelani, pernah menulis bahwa agama
Yahudi dan agama Kristen mempengaruhi pula cara berfikir dalam Islam.
Pokok-pokok
ajaran tasawuf yang diklaim berasal dari agama Nasrani antara lain adalah:
- Sikap fakir. Al-Masih adalah fakir. Injil disampaikan kepada orang fakir sebagaimana kata Isa dalam Injil Matius, “Beruntunglah kamu orang-orang miskin karena bagi kamulah kerajaan Allah… Beruntunglah kamu orang yang lapar karena kamu akan kenyang.”
- Tawakal kepada Allah dalam soal penghidupan. Para pendeta telah mengamalkan dalam sejarah hidupnya, sebagaimana dikatan dalam Injil, “Perhatikan burung-burung dilangit, dia tidak menanam, dia tidak mengetam dan tidak duka cita pada waktu susah. Bapak kamu dari langit memberi kekutan kepadanya. Bukankah kamu lebih mulia daripada burung?”
- Peranan Syeikh yang menyerupai pendeta. Perbedaanya pendeta dapat menghapuskan dosa.
- Selibasi, yaitu menahan diri tidak menikah karena menikah dianggap dapat mengalihkan diri dari Tuhan.
- Penyaksian, bahwa syufi menyaksikan hakikat Allah dan mengadakan hubungan dengan Allah. Injil pun telah menerangkan terjadinya hubungan langsung dengan Tuhan.[5]
BAB III
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang dapat kami paparkan pada kesempatan kali ini kami berharap dengan adanya
makalah ini dapat memberi setetes air di gersangnya gurun pasir. Artinya
makalah ini setidaknya dapat memberi sedikit pengetahuan bagi yang belum
mengetahui dan menjadi bahan dalam mempelajari kembali bagi yang mengerti
dengan permasalahan yang diangkat.
Dilain
sisi kami juga mengharapkan tegur sapa
serta saran yang bersifat konstruktif guna perbaikan makalah kami dimasa yang
akn datang.
DAFTAR PUSTAKA
[1]http://www.ekomarwanto.com/2012/07/pengertian-akhlak-tasawuf.html
diunduh pada: Kamis, 11 Oktober 2012 pukul 21.35 WIB
[2]http://pcinu-mesir.tripod.com/ilmiah/jurnal/isjurnal/nuansa/Jan96/7.html
diunduh pada: Kamis, 11 Oktober 2012 pukul 21.39 WIB
[3]http://www.sarjanaku.com/2011/11/pengaruh-tradisi-budaya-terhadap.html
diunduh pada: Kamis, 11 Oktober 2012 pukul 21.45 WIB
[4]http://www.ekomarwanto.com/2012/07/pengertian-akhlak-tasawuf.html
diunduh pada: Kamis, 11 Oktober 2012 pukul 21.35 WIB
[5]http://www.sarjanaku.com/2011/11/pengaruh-tradisi-budaya-terhadap.html
diunduh pada: Kamis, 11 Oktober 2012 pukul 21.45 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar